“Sungguh…., saya benar-benar tidak bisa mengerti mengapa banyak
perempuan yang tidak bisa menghormati suaminya dalam kehidupan
perkawinan mereka. Mereka bertingkah seenaknya. Tidak mau lagi melayani
kebutuhan suaminya dengan sukacita. Beda dengan saat-saat awal
pernikahan atau pada masa pacaran….. begitu manis dan menyenangkan…..”
tanyaku dengan pertanyaan yang mungkin sangat sulit untuk di jawab.
Obrolan ringan ini muncul ditengah-tengah kesibukan kerja aku dan Anny, teman sekerja satu ruangan.
Dan
obrolan ringan ini berkaitan dengan kesaksian Anny tentang tetangga
sebelah rumahnya yang hari Jum’at kemarin dipanggil Tuhan, karena
menderita penyakit kanker payudara.
Berawal dari penyakit
lupus yang diderita Nengsih, ibu muda dengan dua anak balita. Karena
kasih sayang yang kuat pada anak dan suami, ibu muda itu mengkonsumsi
obat yang bisa menyembuhkan penyakit lupusnya, tetapi obat itu berdampak
mengikis daya tahan tubuhnya terhadap serangan berbagai penyakit.
Bermula
dari benjolan kecil di payudara, yang dideteksi sebagai tumor biasa,
karena semakin membesar akhirnya, benjolan itu dioperasi.
Anny
bercerita bahwa Nengsih adalah pribadi yang tertutup, dan kesan
tertutup itu mungkin disebabkan karena dari seluruh kakak yang sangat
berhasil dalam kehidupan mereka, hanya Nengsih yang pendidikannya minim,
karena kemampuannya yang terbatas.
Ia hanya bersekolah di sekolah biasa, sementara kakak-kakaknya di sekolah andalan.
Setelah berumah tangga, kehidupan mereka juga sederhana bila dibandingkan dengan keluarga kakak-kakaknya.
Setelah
beberapa waktu menikah, kejutan diperlihatkan Nengsih. Ia muncul dengan
penampilan baru yang semakin tertutup, seluruh wajahnya tertutup cadar
hitam, hanya sepasang matanya yang terlihat.
Menurut
cerita kakak Nengsih saat Anny melawat kerumah duka. Penyakit yang
dideritanya itu juga suaminya tidak mengetahuinya, karena ia tidak
pernah sekalipun menceritakan pada suaminya dan juga saudara serta
orang tuanya.
Semua rasa sakit itu ditelannya sendiri.
Sampai benjolan itu berpindah ke payudara yang lainnya, dan ternyata
sudah berupa kanker ganas. Penyakit itu hanya diobati dengan obat-obatan
tradisionil dan herbal.
Bukannya membaik, tapi malah menyebabkan semakin parah. Membengkak dan mengeluarkan cairan bernanah yang berbau busuk….
Saat-saat
menjelang ajalnya, dimana rasa sakit sudah tidak tertahankan lagi.
Dengan menuliskan pada secarik kertas dengan upaya yang sangat keras
karena kesakitan yang sangat, Nengsih meminta dibawa ke rumah sakit.
Namun
semua sia-sia, nyawanya tidak tertolong lagi. Dia pergi ke keabadian
menghadap Sang Pencipta dengan merengkuh dada menahan kesakitan yang
tidak tertahankan.
Aku dan Anny terlibat dalam percakapan
tentang kesedihan dan derita Nengsih. Bagaimana mungkin antara suami
isteri tidak saling mengetahui kalau pasangannya menderita penyakit yang
mematikan. Dan sang isteri yang begitu kokohnya menyembunyikan
penderitaannya, hanya karena tidak ingin suami dan keluarganya
direpotkan.
“Apa mungkin suaminya tidak tahu kalau ada benjolan aneh di dada isterinya…? “tanyaku heran.
“Mungkin
saja Lisa, karena memang ada juga pasangan suami isteri yang tertutup
walau sedang melakukan hubungan intim….” Sahut Anny dengan wajah serius.
Pembicaraan
kami sampai melantur hingga terlontar pertanyaanku, “Sungguh…., saya
benar-benar tidak bisa mengerti mengapa banyak perempuan yang tidak bisa
menghormati suaminya dalam kehidupan perkawinan mereka. Mereka
bertingkah seenaknya. Tidak mau lagi melayani kebutuhan suaminya dengan
sukacita. Beda dengan saat-saat awal pernikahan atau pada masa
pacaran….. begitu manis dan menyenangkan…..”.
Anny
menghela nafas panjang, “Lisa…. Dengan berlalunya waktu…., perkawinan
terkadang membuat sikap egois muncul, terutama dari pihak kita
perempuan. Apalagi kita juga bekerja. Terus terang saya juga pernah
mengalaminya. Dimana karena sudah penat dikantor dan tiba di rumah
semakin capek lagi.
Bila suami minta dibuatkan teh,
terkadang saya dengan kesal menjawab, ‘ bikin saja sendiri, air panas
ada di termos. Saya capek…’. Saya juga sering ngomel berkepanjangan
kalau suami tidak mau bantu bersih-bersih rumah yang berantakan, atau
nyuci baju kotor, nyuci piring…
Karena capek, saya juga
terkadang menolak ajakannya untuk bercinta…. Bila pagi hari, saya
biasanya hanya menyiapkan makanan untuk anak kami, sementara untuk suami
hanya sekedarnya. Saya bersyukur suami saya baik orangnya, dia tak
pernah mengeluhkan sikap saya yang sebenarnya keterlaluan…..
Namun saya bersyukur, sikap saya sebagai isteri yang kurang berbakti pada suami itu akhirnya berubah drastis.
Saya
walaupun bagaimanapun capeknya, sekarang selalu sukacita melayani semua
kebutuhan suami saya dan kebutuhan anak saya. Saya tidak pernah
mengeluh mengurusi rumah tangga kami. Saya selalu sediakan makanan untuk
keluarga saya.
Saya selalu merapikan rumah kami sehingga
menjadi tempat yang menyenangkan buat keluarga kami. Saya juga selalu
bersikap manis dan lembut pada suami saya. Selalu melayani ia dengan
kasih sayang.
Mulanya suami saya kaget dengan perubahan sikap saya itu, tapi ia sangat senang.
Kamu
tahu Lisa, ia semakin sayang pada saya. Dan kata-kata pujian selalu
terlontar dari bibirnya, bahwa saya adalah isteri yang terbaik, dan ia
sangat mencintai saya…. Dan terus semakin cinta pada saya..
Kamu tahu apa yang membuat saya berubah Lisa….?” Tanya Anny dengan tatap mata jernih dan tersenyum manis.
“Karena Anny sangat mencintai suami….” Sahutku dengan ringan.
“Itu
sudah tentu Lisa. Saya mencintai suami saya dengan sangat. Dia suami
yang luar biasa… Tapi bukan hanya itu alasan utamanya….” Kata Anny
dengan tersenyum manis.
“Lalu apa….?” Tanyaku dengan rasa penasaran.
“Lisa kamu ingat kan dengan Susy, teman kita yang pada usia muda ditinggal suaminya meninggal…?
Susy
kan dekat dengan saya. Waktu saya melawat di rumah duka. Susy merangkul
dan menangis keras dalam pelukan saya. Susy dengan bercucuran airmata
menyatakan penyesalannya selama almarhum suaminya masih ada.
Suaminya
begitu baik dan lembut, dan Susy ditengah tangisannya mengatakan bahwa
ia isteri yang tidak baik, isteri yang tidak berbakti pada suami, bahwa
ia isteri yang kasar. Isteri yang suka memerintah suaminya untuk
melayani dirinya.
Susy menangis dengan tangis yang
memilukan dan meneriakkan di depan jenazah suaminya, permohonan maaf dan
ampunnya karena selama mereka hidup berumah tangga ia bukanlah isteri
yang berbakti dan hormat pada suami, Ia seorang isteri yang egois dan
senang menang sendiri. Penyesalan yang sama sekali tidak ada artinya,
dan yang disesalinya sepanjang hidupnya…
Lisa, kamu tahu,
pemandangan dan jerit tangis penyesalan Susy itu begitu menghantam saya.
Saya begitu ngeri dan takut. Saya berterimakasih pada Allah karena
masih memberi kesempatan pada saya untuk berubah.
Saya
ngeri dengan yang dialami Susy. Dan saya tak mau itu menimpa saya. Saya
tahu saya selama ini juga bukan isteri yang baik, berbakti dan hormat
pada suami, yang merupakan imam dalam rumah tangga saya.
Sejak
saat itu saya berubah total. Saya berusaha untuk menjalani kehidupan
saya sebagai seorang isteri yang baik. Saya melayani suami saya dengan
sukacita.
Tak pernah lagi saya biarkan suami saya membuat
tehnya sendiri, kecuali saya dalam keadaan sangat sakit dan tak bisa
bangkit dari tempat tidur.
Tak pernah lagi saya biarkan
suami saya makan seadanya. Rumah saya selalu saya usahakan bersih, dan
saya sangat berterimakasih kalau suami saya membantu saya. Kami
melakukan setiap kegiatan bersama-sama.
Dan Lisa, ternyata
semua itu sangat membahagiakan saya dan suami. Hubungan kami semakin
mesra, dan rasa cinta kasih itu semakin meronai hati dan kehidupan kami.
Kami saling terbuka untuk menyenangkan hati satu sama lain….” Perasaan bahagia yang dirasakan Anny mengalir nyaman di hatiku.
Saling
pengertian dan menghormati satu sama lain dalam hubungan suami isteri,
ternyata menimbulkan sukacita dan kebahagiaan yang tidak terkira. Dan
aku yakin, hubungan suami isteri seperti itulah yang berkenan di mata
Tuhan.
(Efesus 5:22-25) Hai isteri,
tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah
kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang
menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada
Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya.
Wives,
be subject to your own husbands as to the Lord. For the husband is head
of the wife as Christ is the Head of the church, Himself the Savior of
body. As the church is subject to Christ, so let wives also be subject
in everything to their husbands. Husbands, love your wives, as Christ
loved the church and gave Himself up for her,
------------------------------------------
LORD JESUS bless you and me, now and forever. Amen.
Renungan malam Lisa Fransisca
Tidak ada komentar:
Posting Komentar