“Hai…. Dia lari ke sini… Cepat ambil kardus kosong itu…” jerit Maya dengan nafas terengah-engah kepada Tari, putri kecilnya.
Yah….,
mereka berdua sedang mengejar-ngejar seekor kadal yang entah bagaimana
bisa sampai masuk dalam rumah, dan membuat kepanikan.
Kadal
itu tidak terlalu besar, tetapi dengan kulit bersisik kasar dan lidah
yang terjulur-julur berlarian kesana kemari karena panik, membuat Maya
ketakutan.
Dan…. uffff, akhirnya perburuan yang cukup
melelahkan itu berakhir juga. Si kadal malang akhirnya terperangkap di
bawah kardus bekas.
Dan dengan hati-hati Maya mengambil
kursi dan duduk di dekat kardus yang berisi kadal itu, dengan sebuah
sapu berada ditangannya yang masih gemetaran.
“Mama… apakah kadal itu tidak akan menggigit kita?” tanya Tari dengan wajah cemas.
“Kita
akan tunggu disini sayang, sebentar lagi papa pulang, dan papa akan
mengusir kadal ini jauh-jauh..”jawab Maya sambil mengelus sayang
putrinya.
Namun sewaktu Indra pulang dan melihat Maya
istrinya dan Tari putrinya duduk dekat kardus bekas dengan mimik wajah
yang terlihat takut dan jijik.
“Ada apa ini…” tanya Indra dengan heran.
“Papa…
ada kadal di bawah kardus itu… Hati-hati papa, kadalnya galak…, nanti
papa digigit…” sahut Maya dan Tari nyaris bersamaan.
Tapi apa yang terjadi…? Sewaktu kardus diangkat, di bawahnya sama sekali tak terlihat ada kadal.
Beberapa
jam yang dilewatkan Maya dengan tegang, ternyata aman-aman saja, karena
ternyata kadalnya sudah lari dari celah kardus tanpa setahu Maya atau
Tari.
Saudaraku terkasih,
Ketakutan, kekhawatiran
dan kegundahan sering kali kita hadapi secara berkepanjangan. Padahal
ternyata apa yang menjadi sumber ketakutan, kekhawatiran atau kegundahan
itu sendiri sebenarnya sudah berlalu dari hadapan kita. Dan kita nyaris
tak mengetahuinya…
Mengapa ini terjadi?
Salah satu
alasannya adalah karena kita terlalu dicekam oleh ketakutan itu sendiri.
Kita lari dan bersembunyi dari kenyataan yang sebenarnya tidaklah
sesulit yang kita bayangkan.
Boleh percaya boleh tidak,
namun fakta berkata bahwa ketakutan adalah seperti kanker ganas yang
menggerogoti sukacita kita. Semakin kita mengijinkan ketakutan
mempengaruhi kehidupan kita, maka semakin sulit kita merasakan sukacita.
Saudaraku terkasih,
Pernah ada seekor tikus yang ketakutan melihat seekor kucing. Tikus itu pergi ketukang sihir untuk menyulapnya menjadi kucing.
Setelah
tikus menjadi kucing, kembali ia dicekam rasa takut karena melihat
anjing. Maka segera saja ia kembali ke tukang sihir dan minta diubah
menjadi anjing.
Setelah jadi anjing, lagi-lagi ia takut
ketika bertemu dengan macan dan minta kepada tukang sihir untuk
mengubahnya menjadi macan.
Tetapi ketika ia datang lagi
dengan keluhan bahwa ia bertemu dengan pemburu, si tukang sihir menolak
membantu lagi, “Akan saya ubah kamu jadi tikus lagi, sebab, sekalipun
badanmu macan, nyalimu masih tetap nyali tikus.”
Saudaraku terkasih,
Ketika
kita percaya kepada Yesus Kristus, kita diubah menjadi manusia baru.
Hanya sayang, kita seperti cerita tikus di atas. Kita mengaku sudah
menjadi manusia baru, tapi “nyali” kita tidak baru.
Kita
menolak Kristus menguasai kehidupan kita. Kita lebih mengizinkan
ketakutan yang menguasai hidup kita. Kita kuatir, cemas dan takut untuk
alasan yang sering kali tidak penting.
Tidak heran
sukacita kita padam, damai sejahtera kita menguap bak embun kena terpaan
sinar mentari. Wajah kita selalu cemberut, tidak ada senyum. Murung,
tanpa ada keceriaan.
Saudaraku terkasih,
Bila kita
memiliki nyali Kristus, tentu kita bisa bersukacita dalam segala
keadaan, susah ataupun senang. Kita selalu bersyukur dan selalu penuh
pengharapan. Dan percaya dengan iman yang teguh, bahwa semuanya akan
baik-baik saja pada akhirnya.
Paulus memiliki nyali Kristus, itu sebabnya penjara tidak bisa membendung sukacitanya.
Demikian
juga situasi dan kondisi yang paling buruk sekalipun tidak akan pernah
bisa memadamkan sukacita kita, seandainya kita memiliki nyali Kristus.
Sungguh
ironis kalau kita mengaku sebagai anak Tuhan tetapi tak mampu lagi
bersukacita karena situasi dan keadaan yang menantang kita. Bukankah
seharusnya kita berani menghadapi setiap tantangan hidup dengan
optimisme dan sukacita?
Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. (2 Timotius 1:7)
For
God did not give us a spirit of timidity, but of power and of love and
of calm and well-balanced mind and discipline and self-control.
dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20)
Teaching
them to observe everything that I have commanded you, and behold, I am
with you all the days, to the close and consummation of the age. Amen.
--------------------------------------
LORD JESUS bless you and me, now and forever. Amen.
Renungan malam Lisa Fransisca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar