Jumat, 20 Januari 2012

INDAH PADA WAKTUNYA



Minto berlari kecil ditengah kucuran hujan yang telah mulai menderas untuk mencari tempat berteduh.

Matanya terhenti pada seorang anak lelaki kecil berumur 11 tahunan yang yang tengah menggendong bocah perempuan empat tahunan.

Mereka berdua berselimutkan jas hujan kumal. Dan anak lelaki kecil itu dengan antusiasnya tengah menawarkan jasa sewa payung pada orang yang berlalu lalang menghindari kucuran hujan yang semakin menderas.

“Tuan… nyonya…. Payung…… payung…” katanya sambil mengangsurkan payung berukuran besar yang telah memudar warnanya.

Payung itu bergerak-gerak kencang ditiup angin dan terpaan air hujan. 

Uff… bahkan terlihat anak lelaki dan adik perempuan digendongannya itu terhuyung-huyung mempertahankan payungnya agar tidak diterbangkan angin dan hujan.

“Bah…. Keterlaluan sekali….!  Orang tua mana pula yang sampai hati membiarkan anak-anaknya ini, berhujan-hujanan menyewakan payung mereka, untuk mendapatkan jasa Rp 1.000,-…?” Minto menggerutu dalam hati. 

Ia demikian iba dan kasihan dengan perjuangan dua anak kecil itu.

Tiba-tiba saja ia ingat dengan Nani, istrinya yang tengah hamil tua, anak pertama buah cinta mereka.  

“Sungguh…. Aku tak akan pernah membiarkan anakku terperangkap dalam hujan seperti ini, apalagi untuk mencari nafkah atau sekedar uang jajan dengan menyewakan payung…” Janji Minto dalam hati kecilnya.

“Sini nak, saya pinjam payungnya ya…. Dan kalian berdua, sini bergabung dengan saya, kasihan adikmu… lihat dia sudah menggigil kedinginan….” Sahut Minto sambil merangkul pundak anak lelaki itu.

Mereka bertiga berdesakan dibawah naungan payung yang bergoncang keras karena angin dan hujan, berjalan pelan-pelan menuju bangunan ruko dimana disana juga nampak banyak orang berteduh.

Minto mengibas-ngibaskan air hujan yang membasahi rambut dan tubuhnya, demikian juga dengan anak lelaki dan adik perempuannya itu. Tubuh kedua anak kecil itu nampak bergetar karena kedinginan. 

Minto sangat terharu ketika ketika melihat anak lelaki itu mengusap wajah dan rambut adiknya yang basah. Matanya begitu penuh kasih sayang, dan adik perempuannya dengan mata bulatnya menatap juga kakak lelakinya dengan sayang.

“Kak  Rudi, Chika lapar…..” ratap adiknya dengan suara pelan.

“Sabar dik ya… sebentar kakak belikan gorengan…” sahut sang kakak sambil mengeluarkan uang recehan lima ratus yang basah kuyup, dan mengangsurkan uang itu pada seorang penjual gorengan yang sama-sama berteduh. 

Ia mendapatkan sebuah bakwan goreng dan terus mengangsurkan pada adiknya yang langsung melahap bakwan itu.

Tiba-tiba saja Minto diliputi rasa haru yang membuat perutnya menjadi mual, ia digerakkan sesuatu yang sangat mendesak untuk mengajak kedua anak kecil yang sedang kelaparan itu untuk masuk kesebuah warteg dan memesan makanan.

“Nak… kalian pasti lapar ya….” Kata Minto dengan tatap iba. Sang kakak hanya terdiam mengelus-ngelus rambut adiknya, sementara sang adik terus melahap bakwan gorengnya.

“Yuk… kita makan di warteg itu. Jangan takut, om yang akan traktir….” Ajak Minto setelah melihat keraguan di wajah anak lelaki kecil itu.

“Nak… orang tua kalian tahu kalau kalian ngojek payung…?” Tanya Minto setelah mereka selesai menyantap makanan dan minuman.

“Tidak om…. Mama saya sedang bekerja jadi tukang cuci di rumah-rumah tetangga…” sahut anak lelaki itu dengan suara pelan dan wajah tertunduk.

“Terus ayahmu….”

“Papa saya sedang tidur nyenyak waktu kami berdua pergi ngojek payung…..”

“Tidur…..???” tanya Minto dengan terkejut.

“Ya om…. Papa baru menjelang subuh pulang ke rumah dalam keadaan mabuk…..”

“Ayah kalian pemabuk….” tanya Minto dengan kaget.

“Ya om, papa jadi pemabuk sejak kena PHK…. Sekarang papa kerjanya jadi kuli serabutan, kadang ada uang kadang tidak dapat uang. Sekarang papa suka marah-marah, sama mama…., sama saya dan juga adik Chika. Padahal dulu sewaktu papa kerja di pabrik, papa tidak begitu om. Papa sangat baik hati, papa sangat sayang mama, saya dan dik Chika…

Kami semua sedih om…, terutama mama. Saya dan Chika juga takut om, apalagi kalau papa sedang mabuk. Mulutnya dan badannya bau, kadang-kadang om… papa muntahnya dimana-mana. Dan suka jahat sama kami. 

Papa juga suka mukulin mama kalau mama menasihati papa agar jangan mabuk dan berteman dengan teman-teman yang tidak baik, dan mengajak papa untuk berdoa bersama-sama minta Tuhan Yesus  menolong papa dan memberikan pekerjaan lagi untuk papa. Papa marah dan mengamuk.  

Papa bilang, “mengapa harus berdoa segala, tidak ada gunanya, karena Tuhan itu tidak perduli dengan kehidupan kita… Kita akan terus melarat seperti ini”.

Tapi mama selalu bilang pada saya dan dik Chika, bahwa Tuhan Yesus itu sayang pada kami semua. Mama selalu bilang agar kami tidak putus asa untuk selalu berdoa, agar papa segera baik lagi. 

Kami selalu berdoa agar papa yang sedang sakit segera sembuh, tidak suka mabuk lagi, dan kembali sayang kami.

Mama juga bilang, agar saya belajar di sekolah dengan baik, biar bisa jadi orang pintar, bisa kerja di kantoran dan bekerja untuk dapat penghasilan yang baik. 

Mama selalu bilang, bahwa Tuhan Yesus pasti akan bantu kalau kami tidak menyerah dan berusaha dengan kuat bekerja. Karena Tuhan itu kaya, dan selalu sayang pada anak-anak-Nya.

Saya percaya kok om…., doa kami pasti akan didengar Tuhan Yesus. Karena Tuhan Yesus itu telinganya besar sekali, Tuhan Yesus mendengar setiap doa-doa kami.”

Minto menelan ludah dengan rasa tercekik dilehernya “Apa yang kamu doakan untuk papa dan mamamu, dan juga adikmu Chika…?”

Minto melihat tatap mata cemerlang penuh semangat dari anak lelaki kecil dihadapannya, dan ia merasakan energy luar biasa mengalir juga kedirinya, “Saya berdoa minta kepada Tuhan Yesus, papa saya segera sembuh dari penyakitnya yang suka mabuk, dan papa dapat kerjaan baru, dan papa juga bisa kembali jadi papa kami yang baik hati dan menyayangi kami.

Saya berdoa untuk mama saya yang baik hati, agar mama saya diberi kekuatan oleh Tuhan Yesus agar selalu tabah dan panjang umurnya, karena mama selalu bilang, Tuhan Yesus menjanjikan semua yang kami alami indah  pada waktunya, kalau kami semua sabar dan setia pada Tuhan. 

Saya juga berdoa agar Chika juga selalu sehat dan bisa sekolah seperti saya, jadi anak pintar disekolah.”

“Kamu anak pintar disekolah…?” tanya Minto dengan rasa tergelitik.

Ya om, saya rangking satu disekolah…. Dan saya dapat bea siswa dari yayasan di Gereja kami…

Minto merasakan dirinya semakin terpukul dengan kesaksian anak kecil ini, yang penuh semangat dan tak pernah menyerah dengan kepahitan hidup yang tengah dialaminya.

“Nak… kamu segera pulang kerumah ya… sudah jangan mengojek lagi, kasihan adikmu, lihat ia sudah mengantuk dan juga kedinginan…” kata Minto sambil menyerahkan uang dua puluh ribu rupiah.

Ambillah semua untukmu. Pesan saya, teruslah berdoa dan belajar dengan giat. Percayalah, seperti yang mama kamu katakan. Semuanya akan indah pada waktunya, asalkan kamu sabar dan setia. Terimakasih untuk kesaksianmu. Ini sangat memberkati saya….” Sahut Minto ketika melihat anak lelaki kecil itu merogoh kantongnya untuk mengembalikan kelebihan uang sewa payungnya.

Jujur saja, memang Minto sangat diberkati dengan kesaksian anak lelaki kecil itu. Ia ingat Nani istrinya yang sedang hamil tua. Tinggal menunggu saat-saat kelahiran anak buah cinta kasih mereka.

Ia dan Nani hidup dalam kesederhanaan, bahkan dalam keadaan yang pas-pasan. Sebagai pasangan keluarga muda yang memulai kehidupan keluarga dengan modal nekad karena cinta kasih diantara mereka yang telah begitu meronai hidup mereka.

Ia dan Nani sama-sama bekerja keras untuk menghidupi rumah tangga mereka, sehingga dengan perjuangan dan kemauan untuk berhemat, mereka bisa memiliki rumah sederhana, walau untuk itu mereka mencicil. 

Hidup terasa semakin berat, karena persiapan untuk kelahiran bayi dan kebutuhan lainnya dan juga orang tua yang sakit-sakitan.

Mulanya semua mereka hadapi dengan penuh syukur dan berdoa pada Tuhan Yesus untuk kekuatan dan pengharapan, bahwa semaunya akan menjadi lebih baik. 

Tetapi tuntutan ekonomi yang semakin mendesak memaksa juga ia, sebagai kepala rumah tangga mencari tambahan dengan bisnis kecil-kecilan bersama teman-temannya. 

Dan Minto merasakan memang perubahan dalam penghasilan yang mulai semakin membaik setelah ia berbisnis dengan teman-temanya. Hanya saja waktu yang tersita juga cukup banyak.

Kini ia jarang berbicara dengan Nani dengan santai, karena bila pagi mereka terburu-buru bekerja dikantor, pulang kerja ia sudah lelah karena sudah larut baru tiba di rumah. 

Kebiasaan yang juga dirasakan Minto jelek, adalah kebiasaan barunya yang suka minum-minuman keras.

Nani suka menasihati ia akan kebiasaan buruk yang juga disadarinya sangat jelek itu, tetapi ia selalu mengelak dengan mengatakan bahwa minum-minum itu hanya untuk pergaulan. 

Tapi Minto merasakan jeratan minuman memabukkan itu sudah mengubahnya menjadi orang yang bertemperamental kasar, pemarah dan mudah tersinggung. Beda sekali dengan dirinya dulu yang sabar dan lembut.

Melihat keberadaan anak lelaki tadi, membuat hati Minto menangis “Tuhan Yesus…, ampuni aku, aku tidak mau anakku yang akan lahir nanti menderita seperti anak lelaki tadi. 

Tuhan Yesus, tolong aku untuk berubah… untuk menjadi ayah yang baik bagi anakku… untuk jadi suami yang baik bagi Nani.

Oh…. Nani…. maafkan kesalahanku, maafkan kekhilafanku….” 

Minto sungguh-sungguh tak mampu menahankan kedukaan dan penyesalan yang dirasakannya, perasaan itu begitu menusuk hatinya yang terdalam. 

Airmata mengucur deras dimatanya. Tubuhnya berguncang menahan tangis itu keluar sebagai raungan yang mungkin bisa melegakan hatinya.

Tuhan Yesus, saya tahu tidak ada kata terlambat untuk memulai sesuatu yang indah dan baru…. Tolong saya Tuhan Yesus untuk jadi seorang kepala rumah tangga yang bertanggung jawab kepada isteri saya Nani dan calon anak kami yang sebentar lagi lahir. Saya percaya Tuhan Yesus pasti akan menolong saya. Amin.

Hujan telah reda. Dengan langkah bergegas Minto pulang kerumahnya. Ia sudah tidak sabar ingin memeluk isterinya Nani, dan mencium anak dikandungan isterinya.

Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa! (Roma 12:12)

Rejoice and exult in hope; be steadfast and patient in suffering and tribulation; be constant in prayer.
 -------------------------
LORD JESUS bless you and me, now and forever. Amen.
Renungan Harian Lisa Fransisca
Depok, 19 Februari 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar