Sungguh aku tak tahu apa yang akan terjadi pada diriku kalau saja aku
tidak dipungut oleh keluarga yang penuh cinta kasih ini. Mungkin saja
aku akan terus bergelandang dijalanan, hidup dalam kesengsaraan,
kelaparan, atau yang lebih parah lagi aku akan mati menggenaskan...
Ibu Rosalina - Maiz Germany
Umurku
masih belia waktu aku tersesat di jalanan dan tak tahu jalan pulang ke
rumah. Beberapa hari aku bergelandang di jalanan, kotor, letih, lapar
dan ketakutan.
Suasana rumah yang nyaman, hangat, damai, tenang dan
orang-orang seisi rumahku dulu yang sayang dan perhatian kepadaku,
membuaku semakin tersiksa.
Sementara hidup di jalanan membuatku harus
berpindah dari satu tempat ketempat lain, aku bagai boronan yang harus
siaga selalu menghindari tangkapan dan kejaran baik orang dewasa maupun
anak-anak yang memburuku....
Sampai pada suatu ketika ada
beberapa anak yang mengejar-ngejarku, dan aku berhasil mereka tangkap.
Aku sangat ketakutan dan tak berdaya, waktu mereka mencengkeram tubuhku
yang telah lemah dan kotor. Mereka giring aku kerumah salah satu
diantara mereka, namun mereka hanya mendapat teguran marah dari ibu
mereka yang menyuruh mereka untuk melepaskan aku.
Mereka terus
mengcengkeram tubuhku tanpa memperdulikan rintih kesakitanku, dan coba
menawarkan keluarga yang mau menampungku, tapi tak ada satu keluargapun
yang mau menerimaku. Sampai akhirnya ada satu keluarga yang bersedia
menampungku.
"Mama, please... kita harus menolongnya...,
lihat mama... keadaannya begitu menyedihkan, kotor dan juga nampaknya
kelaparan..." rengek pemuda remaja usia 15 tahun itu sambil mengelus
pundakku lembut. Waktu melihat senyum manisnya dengan sorot mata jenaka
di balik kaca mata segi empat dan perawakan tubuhnya yang gempal, aku
langsung suka pemuda itu. Dia nampaknya baik hati.
"Dia pasti
punya keluarga yang saat ini kebingungan mencarinya...., kita harus
menolongnya mencari keluarganya..." sahut sang mama, seorang wanita muda
ramah dengan paras yang lembut dan penuh senyum.
Mereka
bertanya kepadaku, dan aku coba menjelasnya, bahwa aku tersesat dan tak
tahu dimana rumahku. Mereka membantuku mencari keluargaku, tetapi tak
seorangpun mengaku mengenalku.
Akhirnya aku tinggal dirumah ibu Lina dan Asa, pemuda baik hati itu.
Mereka
memberiku makanan dan minum susu. Aku hanya menyentuh susu saja,
sedangkan makanan yang mereka sajikan tidak kumakan, meskipun aku sangat
lapar. Makanan mereka aneh, tidak seperti yang biasa diberikan
keluargaku dahulu. Bu Lina dan Asa nampak bingung dan aku berusaha
menjelaskan pada mereka, makanan yang biasa kumakan.
Akhirnya mereka
membelinya, dan aku makan dengan lahap.
Bu Lina juga dengan kasih
sayang membersihkan tubuhku yang kotor dan bau. Beliau menyisir rambutku
dengan halus, dan kemudian menyuruhku untuk istirahat ditempat tidur
yang hangat. Aku sempat kebingungan menjelaskan siapa namaku ketika
mereka bertanya, dan akhirnya aku menyerah ketika mereka sepakat
memanggil namaku dengan nama "Hachi". Nama yang bagus dan aku senang.
"Kamu
tahu sendiri kan Aa....,papamu tidak suka ada yang sejenis Hachi
tinggal di rumah kita... " kata bu Lina dengan nada khawatir.
"Tenang saja mama...., kalau papa pulang, Hachi akan saya sembunyikan ditempat yang aman...." sahut Asa dengan tertawa lebar.
Terus
terang aku agak takut dengan persekongkolan antara Asa dengan ibunya.
Aku hanya mampu berdoa, 'Tuhan, tolong jangan biarkan aku terusir dari
rumah yang nyaman ini...'
Dan sejak hari itu aku tinggal
bersama keluarga ibu Lina. Aku sangat disayang oleh oleh Asa dan bu
Lina, walau aku terkadang tak nyaman harus terus bersembunyi jika pak
Sudarman suami bu Lina sedang ada di rumah.
Aku hanya bisa bebas
bermain di ruang tamu, di dapur atau di teras depan rumah bila pak
Sudarman ke kantor, selain itu aku harus bersembunyi di lantai atas
rumah mereka. Benar-benar situasi yang tidak menyenangkan buatku.
Sampai
pada suatu saat karena bosan berdiam di ruang atas, aku pelan-pelan
turun ke ruang keluarga, dan waktu pak Sudarman melihatku turun
mengendap-ngendap, ia tersentak kaget dan memanggil Asa. Aku menggigil
ketakutan melihat reaksi pak Sudarman.
"Aa.... apa itu. Mengapa dia ada disini..." kata pak Sudarman dengan nada marah.
"Papa...,
ini Hachi..., kasihan dia tidak punya keluarga... Boleh ya papa ia
tinggal bersama kita... Coba lihat papa...., dia anak yang manis dan
pendiam. Dia tidak nakal papa... Boleh ya papa, Hachi tinggal bersama
kita..." rengek Asa dengan tatap memohon pada pak Sudarman.
Bu Lina juga
meyakinkan suaminya bahwa aku tidak akan menyusahkan keluarga mereka.
Akhirnya pak Sudarman menyerah, namun dengan syarat, ia tidak mau
melihatku bermain-main diruang tamu, ruang keluarga, ruang tidur dan
juga dapur, dan dia tidak mau melihatku bermain-main didekatnya.
Aku bahagia dan senang sekali. Aku sudah punya keluarga baru yang mencintaiku.
Bu
Lina dan Asa sangat menyayangiku. Mereka berdua memperlakukanku dengan
sangat baik. Karena aku belum bisa mandi dan mengurus diriku sendiri, bu
Lina yang selalu memandikan dan merawatku. Aku tumbuh menjadi anak yang
sehat.
Rambut panjang hitam halus milikku selalu terawat, karena bu
Lina selalu menyisirnya, wajahku juga semakin cantik mempesona. Dan ini
diakui oleh teman-teman Asa yang berkunjung. Aku juga akhirnya akrab
dengan teman-teman Asa.
Sampai ada kejadian yang membuatku
tergeletak tak berdaya. Waktu itu karena mengikuti seorang teman Asa
keluar dari rumah, aku terserempet motor yang terus kabur. Aku menjerit
kesakitan, kakiku terluka yang membuatku tak bisa berjalan.
Asa dengan
air mata bercucuran menggendongku kerumah, dan bu Lina merawat luka-luka
yang kualami dengan kasih sayang. Beberapa hari aku tergeletak di rumah
dan dalam perawatan bu Lina dan Asa. Aku tak mau makan, hanya minum
susu. Rasanya makanan yang kumakan menjadi pahit.
"Ayo
Hachi, makan ya..." kata bu Lina membujukku untuk mau makan. Tapi aku
hanya diam menutup mulutku rapat-rapat. Susu yang kuminum juga mulai tak
mampu diterima perutku, aku menderita diare hebat.
Dan lagi-lagi bu
Lina dengan kasih sayang membersihkan kotoran dan tubuhku. Siang malam
bu Lina merawatku dengan kasihnya. Dia bersihkan setiap hari luka-lukaku
sampai akhirnya mengering keras, tapi aku merasa sangat sakit dibagian
pinggulku yang lukanya telah mengering, rasanya ada sesuatu yang
bergerak-gerak disitu menggigiti daging pinggulku.
Aku menjadi semakin
lemas dan tak bisa bergerak. Pak
Tubuhku sudah semakin kurus, karena aku tak
mau makan, rambutku juga banyak yang rontok, sehingga aku sudah nyaris
botak. Bu Lina dan Asa sangat menderita melihat keadaanku, sering kali
kulihat mereka berdua berdoa untuk kesembuhanku. Bahkan bu Lina
mengusapi kaki dan tempat lukaku dengan minyak urapan dan memohon Tuhan
Yesus menyembuhkanku.
"Aa... kita harus segera membawa Hachi
kerumah sakit, mama takut keadaan Hachi akan tambah parah..." kata bu
Lina dengan nada sedih.
Mereka kemudian membawaku ke rumah sakit
dengan angkutan umum. Perawat rumah sakit mulanya menolak menerimaku,
karena mereka takut aku akan menulari pasien-pasien lainnya, disamping
itu juga pihak rumah sakit mengatakan bahwa karena mau perayaan Idul
Fitri, banyak perawat yang mudik.
"Tolonglah suster,
tolonglah terima Hachi untuk di rawat disini. Sungguh saya akan merasa
sangat berdosa sekali kalau sampai terjadi hal yang paling parah, Hachi
mati dan saya tidak memberikan perawatan terbaik untuknya. Tetapi kalau
memang akhirnya Tuhan mau panggil Hachi pulang, saya rela... saya
rela...." kata bu Lina dengan airmata bercucuran.
Bu Rosalina & Tiara - Kampus Tiara di Mainz Germany
Asa juga memohon
dengan sangat Hachi bisa dirawat di rumah sakit. Aku menangis diam-diam
melihat betapa kasih sayang mereka yang besar padaku, dan aku berharap
Tuhan menolongku, sehingga aku bisa selalu bersama mereka dan membuat kebahagiaan di rumah mereka.
Dokter memeriksa tubuhku
dengan seksama, dan waktu dokter mengelupas kulit kering yang mengeras
akibat luka dipinggulku, aku menjerit kesakitan, tapi akhirnya merasa
agak nyaman dari rasa sakit seperti ada yang menggigiti daging
pinggulku. Dokter mengeluarkan banyak ulat-ulat kecil dari luka itu.
Dari pembicaraan dokter dengan ibu LIna, aku mengerti bahwa luka
dipinggulku telah infeksi dan membuat munculnya ulat-ulat itu.
Selama
seminggu aku mendapat perawatan intensif di rumah sakit. Agak
membosankan juga harus terus tergeletak di tempat tidur, minum obat dan
makan makanan yang lembut. Rambutku juga dibotakin.
Waduh, waktu
aku lihat tubuh dan wajahku di kaca, ih.... mengerikan sekali, aku bagai
anak kecil Ethiopia yang kurus kering karena kelaparan. Jelek
sekali...
Hampir enam kilo tubuhku susut karena sakit dan diare. Dari sembilan kilo menjadi tiga kilo. Bisa dibayangkan kan?
Tapi
akhirnya aku agak terhibur waktu dokter bilang pada bu Lina dan Asa
bahwa aku akan pulih lagi menjadi cantik dan rambutku juga akan tumbuh
lebat. Dan itu butuh waktu sekitar enam bulan. Cukup lama memang...
"Hachi
harus makan obat ya dan makan yang banyak biar cepat sembuh..." bujuk
bu Lina setiap aku menutup mulutku rapat-rapat saat obat mau dimasukkan
kemulutku. Soalnya aku tak suka, obat itu pahit dan tak enak.... Tapi
dengan caranya yang lembut, bu Lina selalu berhasil membujukku membuka
mulut dan menelan obat pahit itu.
Pengorbanan yang hebat
dari seorang ibu. Untuk biaya rumah sakit yang cukup besar, ia harus
menguras sebagian uang tabungan keluarga, dan juga menghadapi
kekhawatiran pembantu rumah, kalau-kalau hadiah lebaran dan bonus
lebaran tak diperolehnya atau berkurang. Aku bersyukur kepada Tuhan.
Sekarang keadaanku sudah lebih baik lagi.
Aku sudah bisa berjalan, walau
masih tertatih-tatih. Makanku juga sudah lebih banyak, dan rambutku
yang botak juga sudah terlihat tumbuh. Aku percaya bahwa rambut indah
lebat seperti dulu akan menjadi milikku lagi.
Karena akan jadi aneh
sekali seekor kucing Persia sepertiku tidak mempunyai rambut kan...?
(Mazmur
71:18) juga sampai masa tuaku dan putih rambutku, ya Allah,
janganlah meninggalkan aku, supaya aku memberitakan kuasa-Mu kepada
angkatan ini, keperkasaan-Mu kepada semua orang yang akan datang.
Ini aku, HACHI
-------------------------------------------------------------------
LORD JESUS bless you and me, now and forever. AMEN.
Sumber: Renungan Harian Lisa Fransisca
Tidak ada komentar:
Posting Komentar