Jumat, 20 Januari 2012

NAMAKU HACHI

Sungguh aku tak tahu apa yang akan terjadi pada diriku kalau saja aku tidak dipungut oleh keluarga yang penuh cinta kasih ini. Mungkin saja aku akan terus bergelandang dijalanan, hidup dalam kesengsaraan, kelaparan, atau yang lebih parah lagi aku akan mati menggenaskan...




Ibu Rosalina - Maiz Germany

Umurku masih belia waktu aku tersesat di jalanan dan tak tahu jalan pulang ke rumah. Beberapa hari aku bergelandang di jalanan, kotor, letih, lapar dan ketakutan.

Suasana rumah yang nyaman, hangat, damai, tenang dan orang-orang seisi rumahku dulu  yang sayang dan perhatian kepadaku, membuaku semakin tersiksa.

Sementara hidup di jalanan membuatku harus berpindah dari satu tempat ketempat lain, aku bagai boronan yang harus siaga selalu menghindari tangkapan dan kejaran baik orang dewasa maupun anak-anak yang memburuku....

Sampai pada suatu ketika ada beberapa anak yang mengejar-ngejarku, dan aku berhasil mereka tangkap. Aku sangat ketakutan dan tak berdaya, waktu mereka mencengkeram tubuhku yang telah lemah dan kotor. Mereka giring aku kerumah salah satu diantara mereka, namun mereka hanya mendapat teguran marah dari ibu mereka yang menyuruh mereka untuk melepaskan aku.


Mereka terus mengcengkeram tubuhku tanpa memperdulikan rintih kesakitanku, dan coba menawarkan keluarga yang mau menampungku, tapi tak ada satu keluargapun yang mau menerimaku. Sampai akhirnya ada satu keluarga yang bersedia menampungku.

"Mama, please... kita harus menolongnya..., lihat mama... keadaannya begitu menyedihkan, kotor dan juga nampaknya kelaparan..." rengek pemuda remaja usia 15 tahun itu sambil mengelus pundakku lembut. Waktu melihat senyum manisnya dengan sorot mata jenaka di balik kaca mata segi empat dan perawakan tubuhnya yang gempal, aku langsung suka pemuda itu. Dia nampaknya baik hati.

"Dia pasti punya keluarga yang saat ini kebingungan mencarinya...., kita harus menolongnya mencari keluarganya..." sahut sang mama, seorang wanita muda ramah dengan paras yang lembut dan penuh senyum.

Mereka bertanya kepadaku, dan aku coba menjelasnya, bahwa aku tersesat dan tak tahu dimana rumahku. Mereka membantuku mencari keluargaku, tetapi tak seorangpun mengaku mengenalku.
Akhirnya aku tinggal dirumah ibu Lina dan Asa, pemuda baik hati itu.



Mereka memberiku makanan dan minum susu. Aku hanya menyentuh susu saja, sedangkan makanan yang mereka sajikan tidak kumakan, meskipun aku sangat lapar. Makanan mereka aneh, tidak seperti yang biasa diberikan keluargaku dahulu. Bu Lina dan Asa nampak bingung dan aku berusaha menjelaskan pada mereka, makanan yang biasa kumakan.

Akhirnya mereka membelinya, dan aku makan dengan lahap.
Bu Lina juga dengan kasih sayang membersihkan tubuhku yang kotor dan bau. Beliau menyisir rambutku dengan halus, dan kemudian menyuruhku untuk istirahat ditempat tidur yang hangat. Aku sempat kebingungan menjelaskan siapa namaku ketika mereka bertanya, dan akhirnya aku menyerah ketika mereka sepakat memanggil namaku dengan nama "Hachi". Nama yang bagus dan aku senang.

"Kamu tahu sendiri kan Aa....,papamu tidak suka ada yang sejenis Hachi tinggal di rumah kita... " kata bu Lina dengan nada khawatir.
"Tenang saja mama...., kalau papa pulang, Hachi akan saya sembunyikan ditempat yang aman...." sahut Asa dengan tertawa lebar.
Terus terang aku agak takut dengan persekongkolan antara Asa dengan ibunya. Aku hanya mampu berdoa, 'Tuhan, tolong jangan biarkan aku terusir dari rumah yang nyaman ini...'

Dan sejak hari itu aku tinggal bersama keluarga ibu Lina. Aku sangat disayang oleh oleh Asa dan bu Lina, walau aku terkadang tak nyaman harus terus bersembunyi jika pak Sudarman suami bu Lina  sedang ada di rumah.

Aku hanya bisa bebas bermain di ruang tamu, di dapur atau di teras depan rumah bila pak Sudarman ke kantor, selain itu aku harus bersembunyi di lantai atas rumah mereka. Benar-benar situasi yang tidak menyenangkan buatku.

Sampai pada suatu saat karena bosan berdiam di ruang atas, aku pelan-pelan turun ke ruang keluarga, dan waktu pak Sudarman melihatku turun mengendap-ngendap, ia tersentak kaget dan memanggil Asa. Aku menggigil ketakutan melihat reaksi pak Sudarman.

"Aa.... apa itu. Mengapa dia ada disini..." kata pak Sudarman dengan nada marah.

"Papa..., ini Hachi..., kasihan dia tidak punya keluarga... Boleh ya papa ia tinggal bersama kita... Coba lihat papa...., dia anak yang manis dan pendiam. Dia tidak nakal papa... Boleh ya papa, Hachi tinggal bersama kita..." rengek Asa dengan tatap memohon pada pak Sudarman.

Bu Lina juga meyakinkan suaminya bahwa aku tidak akan menyusahkan keluarga mereka. Akhirnya pak Sudarman menyerah, namun dengan syarat, ia tidak mau melihatku bermain-main diruang tamu, ruang keluarga, ruang tidur dan juga dapur, dan dia tidak mau melihatku bermain-main didekatnya.
Aku bahagia dan senang sekali. Aku sudah punya keluarga baru yang mencintaiku.

Bu Lina dan Asa sangat menyayangiku. Mereka berdua memperlakukanku dengan sangat baik. Karena aku belum bisa mandi dan mengurus diriku sendiri, bu Lina yang selalu memandikan dan merawatku. Aku tumbuh menjadi anak yang sehat.

Rambut panjang hitam halus milikku selalu terawat, karena bu Lina selalu menyisirnya, wajahku juga semakin cantik mempesona. Dan ini diakui oleh teman-teman Asa yang berkunjung.  Aku juga akhirnya akrab dengan teman-teman Asa.

Sampai ada kejadian yang membuatku tergeletak tak berdaya. Waktu itu karena mengikuti seorang teman Asa keluar dari rumah, aku terserempet motor yang terus kabur. Aku menjerit kesakitan, kakiku terluka yang membuatku tak bisa berjalan.

Asa dengan air mata bercucuran menggendongku kerumah, dan bu Lina merawat luka-luka yang kualami dengan kasih sayang. Beberapa hari aku tergeletak di rumah dan dalam perawatan bu Lina dan Asa. Aku tak mau makan, hanya minum susu. Rasanya makanan yang kumakan menjadi pahit.

"Ayo Hachi, makan ya..." kata bu Lina membujukku untuk mau makan. Tapi aku hanya diam menutup mulutku rapat-rapat. Susu yang kuminum juga mulai tak mampu diterima perutku, aku menderita diare hebat.

Dan lagi-lagi bu Lina dengan kasih sayang membersihkan kotoran dan tubuhku. Siang malam bu Lina merawatku dengan kasihnya. Dia bersihkan setiap hari luka-lukaku sampai akhirnya mengering keras, tapi aku merasa sangat sakit dibagian pinggulku yang lukanya telah mengering, rasanya ada sesuatu yang bergerak-gerak disitu menggigiti daging pinggulku.

Aku menjadi semakin lemas dan tak bisa bergerak. Pak

Tubuhku sudah semakin kurus, karena aku tak mau makan, rambutku juga banyak yang rontok, sehingga aku sudah nyaris botak. Bu Lina dan Asa sangat menderita melihat keadaanku, sering kali kulihat mereka berdua berdoa untuk kesembuhanku. Bahkan bu Lina mengusapi kaki dan tempat lukaku dengan minyak urapan dan memohon Tuhan Yesus menyembuhkanku.

"Aa... kita harus segera membawa Hachi kerumah sakit, mama takut keadaan Hachi akan tambah parah..." kata bu Lina dengan nada sedih.

Mereka kemudian membawaku ke rumah sakit dengan angkutan umum. Perawat rumah sakit mulanya menolak menerimaku, karena mereka takut aku akan menulari pasien-pasien lainnya, disamping itu juga pihak rumah sakit mengatakan bahwa karena mau perayaan Idul Fitri, banyak perawat yang mudik.

"Tolonglah suster, tolonglah terima Hachi untuk di rawat disini. Sungguh saya akan merasa sangat berdosa sekali kalau sampai terjadi hal yang paling parah, Hachi mati dan saya tidak memberikan perawatan terbaik untuknya. Tetapi kalau memang akhirnya Tuhan mau panggil Hachi pulang, saya rela... saya rela...." kata bu Lina dengan airmata bercucuran.


Bu Rosalina & Tiara - Kampus Tiara di Mainz Germany

Asa juga memohon dengan sangat Hachi bisa dirawat di rumah sakit. Aku menangis diam-diam melihat betapa kasih sayang mereka yang besar padaku, dan aku berharap Tuhan menolongku, sehingga aku bisa selalu bersama mereka dan membuat kebahagiaan di rumah mereka.

Dokter memeriksa tubuhku dengan seksama, dan waktu dokter mengelupas kulit kering yang mengeras akibat luka dipinggulku, aku menjerit kesakitan, tapi akhirnya merasa agak nyaman dari rasa sakit seperti ada yang menggigiti daging pinggulku. Dokter mengeluarkan banyak ulat-ulat kecil dari luka itu. Dari pembicaraan dokter dengan ibu LIna, aku mengerti bahwa luka dipinggulku telah infeksi dan membuat munculnya ulat-ulat itu.

Selama seminggu aku mendapat perawatan intensif di rumah sakit. Agak membosankan juga harus terus tergeletak di tempat tidur, minum obat dan makan makanan yang lembut. Rambutku juga dibotakin.

Waduh, waktu aku lihat tubuh dan wajahku di kaca, ih.... mengerikan sekali, aku bagai anak kecil Ethiopia yang kurus kering karena kelaparan. Jelek sekali...
Hampir enam kilo tubuhku susut karena sakit dan diare. Dari sembilan kilo menjadi tiga kilo. Bisa dibayangkan kan?

Tapi akhirnya aku agak terhibur waktu dokter bilang pada bu Lina dan Asa bahwa aku akan pulih lagi menjadi cantik dan rambutku juga akan tumbuh lebat. Dan itu butuh waktu sekitar enam bulan. Cukup lama memang...


"Hachi harus makan obat ya dan makan yang banyak biar cepat sembuh..." bujuk bu Lina setiap aku menutup mulutku rapat-rapat saat obat mau dimasukkan kemulutku. Soalnya aku tak suka, obat itu pahit dan tak enak.... Tapi dengan caranya yang lembut, bu Lina selalu berhasil membujukku membuka mulut dan menelan obat pahit itu.

Pengorbanan yang hebat dari seorang ibu. Untuk biaya rumah sakit yang cukup besar, ia harus menguras sebagian uang tabungan keluarga, dan juga menghadapi kekhawatiran pembantu rumah, kalau-kalau hadiah lebaran dan bonus lebaran tak diperolehnya atau berkurang. Aku bersyukur kepada Tuhan. Sekarang keadaanku sudah lebih baik lagi.

Aku sudah bisa berjalan, walau masih tertatih-tatih. Makanku juga sudah lebih banyak, dan rambutku yang botak juga sudah terlihat tumbuh. Aku percaya bahwa rambut indah lebat seperti dulu akan menjadi milikku lagi.

Karena akan jadi aneh sekali seekor kucing Persia sepertiku tidak mempunyai rambut kan...?

(Mazmur 71:18)    juga sampai masa tuaku dan putih rambutku, ya Allah, janganlah meninggalkan aku, supaya aku memberitakan kuasa-Mu kepada angkatan ini, keperkasaan-Mu kepada semua orang yang akan datang.






Ini aku, HACHI
 -------------------------------------------------------------------
LORD JESUS bless you and me, now and forever. AMEN.

Sumber: Renungan Harian Lisa Fransisca

Tidak ada komentar:

Posting Komentar